Aku selalu ingin berada disampingnya
karna aku mencintainya. Ya, bisa dikatakan diluar keluarganya mungkin hanya aku
yang rela mati untuknya. Kami mengecap manisnya kasih sayang berdua, hingga
pada tahun ke-3 semuanya hilang. 5 tahun yang lalu aku diterima bekerja, saat
itu aku baru saja mendapatkan gelar sarjana alias fresh graduate. 1 tahun
berkerja aku ditugaskan untuk melakukan presentasi yang seharusnya dilakukan
oleh seniorku, sialnya dia memiliki urusan mendadak yang ntah apa itu. Syukurnya
semua berjalan lancar, aku dengan baik menjelaskan apa rencana yang akan kami
kembangkan. Pimpinanpun menyetujui rencana dari tim kami. Sejak saat itu
pimpinan mulai sering berkunjung untuk menanyai setiap perkembangan dari rencana
yang telah direncanakan. 1 tahun telah berlalu, aplikasi perusahaan kami cukup
sukses dikalangan konsumen sebagai salah satu cara simple berbelanja yang
terpercaya.
Seiring
berjalannya waktu, aku dan pimpinanku sering melakukan pertemuan singkat diluar
kantor untuk membahas pekerjaan. Kami bisa begitu akrab dikarenakan umur kami
yang tidak terpaut jauh. Aku berumur 24 tahun dan dia 27 tahun yang secara
tidak langsung menjadi bos termuda diperusahaan. Semakin lama pertemanan kami
semakin intens diluar kantor, tetapi saat bekerja kami sangatlah profesional. Sehingga
hampir tidak ada yang tau kalau kami cukup akrab. Aku kira awalnya hanya aku
yang menyimpan rasa dalam pertemanan ini. Sampai akhirnya dia menyatakan cinta
kepadaku. Aku merasa ini mimpi, seakan aku tidak ingin terbangun.. ajaibnya aku
sedang tidak tidur. Ini bukan mimpi! Seruku dalam hati. Aku senang bukan
kepayang, dia lelaki muda yang baik dan sopan ditambah lagi diusia yang
terbilang masih muda dia telah menjadi bos. Kami saling menyatakan perasaan dan
mungkin kami telah resmi jadian saat itu. Fikiranku dipenuhi bunga-bunga yang
bermekaran. Pipiku merah merona padahal belum dicubit olehnya, ah indahnya!
Pikirku..
Selama
hampir tiga tahun ini ku rasakan manisnya cinta yang dia beri. Ketika sedang
makan malam setelah menahan rindu akibat bekerja secara profesional, kepalaku
terasa pusing dan pipiku terasa kebas. Ternyata diakibatkan hantaman kemarahan
yang ditujukan kepadaku. Ada sesosok wanita, bisa dikatakan seumuran deganku
yang memakiku habis-habisan. Aku sangat terkejut karna pada saat perjalanan
kami hampir memasuki usia ke tiga pacaran, aku baru mengetahui kalau dia adalah
lelaki beristri! Terpukul? Sedih? Kecewa? Marah? Semua kurasakan saat itu. Aku
hanya terdiam menerima semua cacian dan hantaman yang ditujukan kepadaku.
Kekasihku atau kukatan suaminya sibuk memegangi tubuh wanita itu agar menjauh
dariku. Aku mulai menangis ditengah kekacauan itu. Rambutku seakan rontok
setelah ditarik olehnya. Setelah tamparan yang kedua mendarat dipipiku, lelaki
yang kusayangi mulai membawa wanita itu keluar. Saat lelaki yang kusayangi itu
sibuk menahan rontaan kemarahan istrinya, dia menatapku lirih sambil mengucap
maaf. Satu kata yang tidak akan merubah segalanya, sekarang maupun selamanya.
Aku
minta maaf Nay, aku sungguh minta maaf karna telah menyuruhmu merahasiakan hubungan
kita di kantor, karna itu juga kamu tidak pernah mendengar kabar istriku.
Jarang sekali karyawan membicarakannya karna diapun bekerja di luar negeri
selama 5 tahun terakhir. Aku sungguh menyesal Nay, tapi aku benar mencintaimu.
Aku sebenarnya ingin jujur malam ini, tapi kejujuranku kalah cepat dengan
istriku. Aku benar mencintaimu Nay! Benar! Aku menyesal dengan apa yang terjadi
kepadamu!!! Sosok lelaki yang kukasihi masih saja menangis terisak didekatku.
Aku bisa melihatnya. Ku katakan padanya
bahwa aku sudah memaafkanmu. Entah bodoh atau aku telah dibutakannya, aku
menjawab aku benar mencintaimu, Roy! Kekasihku yang telah beristri! Cuma
kusayangkan kenapa tidak ada kejujuran dari awal, Roy? Kenapa kau tak jujur
saja kalau telah memiliki istri? Aku juga tidak pernah berniat untuk merebutmu.
Yang kuketahui kau berstatus lajang. Kenapa Roy? Kenapa menyembunyikan
hubunganmu dari ku? Dan menyembunyikan hubungan kita dari orang? Oh! Ini
alasannya! Teriakku. Kau sengaja menutupiku agar kebohonganmu tidak terbongkar.
Begitukah?! Suaraku menggelegar keangkasa, yang diakhiri oleh isak tangisku.
Tetapi Roy tetap saja menangis didekatku, seolah tidak menghiraukan ucapanku.
1
bulan setelah kejadiaan tersebut aku melihat Roy menangis terisak ditempat kami
makan terakhir kali. Aku melihat Roy menangis, menangisiku! Maafku tiada
berguna Nay, seandainya aku tidak egois, mungkin kau masih disini. Aku
mendengar lirih ucapan Roy. Yang kuingat terakhir kali, istri Roy melepas
pegangan Roy lalu berlari kearahku dengan amarah dia menghujam kepalaku dengan
kursi. Semenjak ingatanku saat itu, hanya aku yang dapat melihat Roy menangis.